Tidak jauh dari Bandara Internasional Blimbingsari Banyuwangi dan jantung kota Banyuwangi, wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi bisa menikmati situs budaya atau edukasi sejarah yang terletak di wilayah Kecamatan Kabat, desa Gombolirang, kecamatan Kabat yang bernama Petilasan Prabu Tawangalun. Cukup dengan menempuh waktu kurang lebih 25 menit dari Bandara Internasional yang dimiliki Banyuwangi, kita bisa menggetahui sejarah atau petilasan Prabu Tawang Alun.
Konon, situs ini dulunya merupakan sebuah hutan bernama Sudimara. Hutan ini kemudian dibuka, yang kelak menjadi Ibu Kota Kerajaan Blambangan.
Prabu Tawangalun II atau Kangjeng Susuhunan Prabu Agung Tawangalun II lahir di Balambangan dengan nama Mas Raka Sanepa atau Raden Mas Kembar. Prabu Tawangalun II adalah raja terbesar di Kerajaan Blambangan yang pernah dua kali berkuasa yakni antara tahun 1649-1652 dan antara tahun 1655-1691.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Dinas Budaya dan Pariwisata mencanangkan membuat program edukasi di situs - situs budaya kepada anak - anak sekolah dan juga kepada wisatawan lokal maupun internasional. Hal ini akan membuat sejarah yang ada di Banyuwangi tetap bisa dijaga dan dilestarikan.
Biaya untuk bisa masuk ke petilasan Prabu Tawang Alun ini tidak memerlukan biaya yang mahal. Cukup dengan merogok kocek Rp. 2.000 hingga Rp. 3.000 untuk biaya parkir, pengunjung bisa leluasa belajar tentang sejarah dan mengetahui berbagai informasi tentang petilasan Prabu Tawang Alun yang ada.
Dalam rangka memperingati Hari Jadi Banyuwangi, ratusan warga Kecamatan Kabat menggelar napak tilas Kerajaan Blambangan, cikal bakal Banyuwangi. Mereka menelusuri jalur sejauh 5 KM dari Situs Petilasan Prabu Tawangalun di Desa Gombolirang menuju Kantor Desa Bunder.
Berdasarkan hasil ekskavasi di Situs Macan Putih masih dapat ditemukan berbagai peninggalan sejarah masa itu. Di antaranya :
1. Struktur bata yang diduga kuat merupakan tembok ibukota Kerajaan dengan prakiraan luas 2,5 km persegi,
2. Bekas kanal,
3. Lokasi ngaben Raja Tawang Alun beserta 271 dari 400 istrinya yang ikut sati terbesar di Nusantara bahkan di India,
4. Artefak berupa tulang hewan, fragmen keramik dari Eropa dan Cina, serta berbagai gerabah, dan
5. Bangunan utama Candi Macan Putih terbuat dari batu gamping dan diduga kuat mirip dengan Candi Sukuh di Karanganyar, Jawa Tengah karena berbentuk punden berundak dan digunakan oleh masyarakat ketika itu untuk tempat pemujaan kepada Siwa. (sumber : geopark-ijen.jatimprov.go.id)