Arip Marsudi
Banyuwangi, Pesantrend.co.id - Bulan November 2024, sejumlah daerah di Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah ( Gubernur, Walikota, Bupati ) secara serentak. Para kandidat dan parpol tentu saja sedang atau bahkan sudah menyiapkan berbagai strategi untuk memenangi kontestasi pilkada.
Secara umum, pola stratgei yang biasa dilakukan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat adalah dengan menawarkan program, politik uang dan politik identitas.
Baca Juga :Para kandidat tentunya sudah memiliki visi misi yang ditawarkan kepada masyarakat umum, baik yang terjabarkan secara global maupun detail secara teknis. Oleh masyarakat, visi misi atau program yang dijabarkan masing masing kandidat diartikan sebagai janji politik.
Tatkala kandidat merasa masyarakat cukup bersimpati dengan program yang ditawarkan, maka kemungkinan kecil politik uang atau politik identitas akan dimainkan. Namun jika dirasa politik program tidak terlalu efektif dalam menggaet simpati masyarakat, tentunya politik uang dan politikl identitas akan dimainkan.
Masih relevankah politik identitas digunakan? beberapa peneliti menyatakan bahwa politik identitas tidak lagi laku dipasaran. Pasalnya, masyarakat sudah banyak yang melek digital dan kaya literasi.
Politik identitas negatif yang digunakan untuk menyerang salah satu kelompok baik itu gender maupun ras, sebisa mungkin harus dihindari oleh semua kandidat. Sebab, hal itu akan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Berkaca pada pemilihan presiden, seolah bangsa indonesia terpolarisasi pada kelompok "cebong dan "kadrun". Pada Pilkada serentak 2024 ini, kita berharap para peserta pilkada atau elit politik sudah tidak lagi menggunakan politik identitas negatif.
Pada prinsipnya, tidak ada yang salah pada praktik politik identitas asalkan bertujuan untuk keadilan dan kepentingan bersama. Yang salah dan berbahaya itu adalah jika identitas dipolitisasi secara negatif sehingga membuat skat atau dinding pemisah antar satu kelompok tertentu dengan kelompok lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga terbangun pemikiran bahwa suatu kelompok tertentu tidak pantas berada pada posisi posisi tertentu.
Indonesia merupakan negara yang menganut demokrasi dan kebebasan berekspresi dan itu tetap harus dijaga. Namun yang perlu diingat adalah, janganlah kebebasan dalam mengekspresikan itu mengganggu hak orang atau kelompok lain.
Semua suku yang ada di Indonesia dulu berihtiar berjuang bersama sama dalam meraih kemerdekaan Bangsa ini. Sehingga UUD 1945 dan Pancasila menjamin kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan keyakinannya masing masing dan negara hadir menjamin keamanan masyarakat untuk menjalankan keyakinan dan agamanya itu.
Sehingga, janganlah mengorbankan atau menghianati nilai nilai luhur pancasila dan UUD 1945 demi meraih kekuasaan semata.
Guna menghindari praktik politik edentitas secara negatif, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan KPUD dirasa perlu membuat regulasi tentang hal itu. Tak hanya penyelenggara pemilu, peserta pemilu pun juga harus dengan sadar diri tidak menggunakan praktek politik identitas negatif demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Masyarakat utamanya kaum gen Z, juga harus dewasa dalam bermedia sosial. Artinya, para pengguna media sosial tidak mudah terprovokasi pada konten konten yang mendiskriditkan orang, etnis, atau kelompok tertentu.
Politik riang gembira, politik gagasan, politik inspiratif, politik santun yang tidak menjelekkan atau menghujat calon atau kelompok lain harus lebih diutamakan dalam pilkada serentak 2024. Harapannya, penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh eksekutif dan legislatif bisa berjalan dengan nyaman dan aman guna mewujudkan masyarakat yang bahagia.