Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti
berharap adanya revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 dapat menghasilkan
peta jalan tata kelola pariwisata yang berkelanjutan. Selain demi mewujudkan
pariwisata Indonesia yang unggul di mata dunia, baginya, faktor revisi UU ini
menjadi penting untuk memberikan kesejahteraan dan kepastian kepada pemerintah
pusat, daerah, para pengelola wisata dan masyarakat setempat.
“Isu (pariwisata Indonesia) ada banyak tapi potensi (pariwisata Indonesia) banyak banget. Sehingga, karena banyak (jadi) terlihat kecil, (maka dibuat) biar rata semua, biar semua target terpenuhi. Akhirnya, menjadi tidak fokus (pengelolaannya). Jadi sustainable ini membutuhkan energi yang sangat besar, kalau isunya banyak sekali,” ucap Agustina dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para Pakar Pariwisata di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2022).
Baca Juga :Sebagaimana dikutip dari laman website resmi DPRRI https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/42807/t/Komisi+X+Harap+Revisi+UU+Nomor+10+Tahun+2009+Hasilkan+Tata+Kelola+Pariwisata+Berkelanjutan, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menyampaikan bahwa Turki, Australia, dan Selandia Baru bisa menjadi contoh pengelolaan wisata karena sesuai potensi yang tepat sasaran dan tepat guna. Oleh karena itu, dirinya menyayangkan jika Indonesia memutuskan membuat pariwisata buatan. Sebagai Ketua Panja Pariwisata, ia meminta dukungan dari sejumlah pakar pariwisata Indonesia untuk merevisi UU Nomor 10 Tahun 2009 yang sudah dianggap tidak optimal menjadi landasan kebijakan pariwisata Indonesia.
“Kami, Komisi X DPR RI, memandang perlu revisi atau penggantian
terhadap UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata tersebut, supaya arah dan
jangkauan pengaturan (menjadi) lebih kontekstual menyeluruh dan komprehensif,”
tuturnya.
Walaupun proses sinkronisasi aturan pariwisata bukan proses yang
mudah, ia mengingatkan agar setiap elemen yang terlibat tidak menyerah untuk
tetap memperjuangkan pariwisata Indonesia.
“Ini tentu berat banget. Kalau kita tidak mulai sekarang,
mungkin kita akan terlambat karena generasi berikutnya tidak akan pernah tahu
kalau kita memiliki kekayaan alam, budaya yang kaya raya, sejarah. Kalau (ada)
pariwisata buatan akan merusak (potensi) itu semua,” tutup legislator Daerah
Pemilihan Jawa Tengah IV itu.
Sebagai informasi, dalam forum tersebut dihadiri oleh Pakar
Pariwisata Berkelanjutan dari Universitas Pelita Harapan Diena Mutiara Lemy,
Pakar Hukum Perundang-undangan dan Administrasi Negara dari Universitas
Indonesia Dian Puji Simatupang, Pakar Hukum Lingkungan dari Universitas
Indonesia Prof. Dr. M. R. Andri Gunawan Wibisana, Pakar Akademi Tourism
Development Centre (TDC) dari Universitas Andalas Sari
Lenggogeni.