Pemerintah Efisiensi Anggaran, Begini Catatan Wakil Rektor 1 Untag Banyuwangi

$rows[judul]
Keterangan Gambar : Mahfud, Wakil Rektor 1 Untag Banyuwangi/Ketua Pusat Studi Pendidikan dan Kebudayaan Banyuwangi.

PesanTrend.co.id - Mahfud, Wakil Rektor 1 Untag Banyuwangi menyoroti efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, termasuk di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang juga tak luput dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, berpotensi menimbulkan berbagai dampak signifikan pada sektor pendidikan tinggi di Indonesia.

Secara khusus di bidang pendidikan tinggi, salah satu dampak yang paling mencolok adalah kemungkinan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Menurut Mahfud, pemangkasan anggaran, terutama pada pos Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), dapat memaksa PTN untuk mencari sumber pendanaan alternatif guna menutupi kekurangan dana operasional, apalagi yang statusnya PTNBH. 

Salah satu langkah yang akan diambil oleh PTN tersebut, mungkin diambil adalah menaikkan UKT bagi mahasiswa. Hal ini tentu akan memberatkan mahasiswa dan orang tua, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.

Baca Juga :

Berdasarkan hasil koordinasi Komisi X DPR RI dan Kemendiktisaintek, adalah terkait program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang selama ini menjadi harapan bagi calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu juga terancam.

Ketua Pusat Studi Pendidikan dan Kebudayaan Banyuwangi ini juga menilai dengan adanya efisiensi anggaran, kuota penerima KIP Kuliah berpotensi dikurangi, sehingga semakin banyak anak muda Indonesia yang kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

Mahfud juga meyakini tidak hanya itu dampak yang akan ditimbulkan akibat efisiensi. Dampak domino lainnya pasti timbul yakni: 

Penurunan Kualitas Pendidikan, dimana dengan berkurangnya anggaran, PTN mungkin akan kesulitan dalam mempertahankan atau meningkatkan kualitas fasilitas dan layanan pendidikan. 

"Hal ini dapat berdampak pada menurunnya kualitas lulusan yang dihasilkan. Semua pembiayaan fasilitas seperti pemakaian dan pengembangan Laboratorium akan ditarik kepada mahasiswa, dan tentu banyak tarikan lain yang akan menjadi siasat karena bantuan atau subsidi dari pemerintah ditiadakan," urainya. 

Begitu juga dengan pengurangan Program Beasiswa. Selain KIP Kuliah, program beasiswa lain seperti Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dan Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) juga mengalami pemotongan bahkan berpotensi dihilangkan berdasar hasil audiensi dengan Komisi X DPR RI. 

"Ini akan semakin mempersempit peluang bagi mahasiswa berprestasi namun kurang mampu secara finansial untuk mendapatkan bantuan pendidikan," ungkap Alumni SMAN Wongsorejo ini. 

Menurutnya, jelas ini akan menambah Kesenjangan Sosial yang Semakin Lebar. Kenaikan UKT dan berkurangnya kuota beasiswa dapat meningkatkan kesenjangan sosial, karena hanya mahasiswa dari keluarga mampu yang dapat melanjutkan pendidikan tinggi. 

Hal ini bertentangan dengan prinsip pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat yang merupakan amanah dari UUD 1945. Ini adalah satu pengkhianatan terhadap cita-cita para pendiri bangsa. 

Amanah UU juga 20% APBN untuk pendidikan, berpotensi tidak tepat sasaran. Semangat pembangunan yang termanifestasi ke dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya, syair Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya, hanya menjadi hafalan saja, tanpa tahu makna dibalik syair tersebut. 

"Harusnya pemikirannya, isi Kepala nya yang di dekonstruksi ulang, bukan malah dengan memberikan makan gratis 'bergizi' yang gizinya juga masih tak nampak sebagai sebuah program besar. Sehingga yang besar hanya perutnya para siswa, bukan besar pemikirannya," terang lulusan S3 UNS ini. 

Selain itu, Mahfud juga meyakini akan terjadi penurunan minat melanjutkan Pendidikan Tinggi. Biaya kuliah yang semakin tinggi tanpa diimbangi dengan bantuan finansial yang memadai dapat menurunkan minat lulusan SMA/sederajat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. 

"Ini dapat berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan," terangnya. 

Apalagi, kata pria kelahiran Kecamatan Wongsorejo ini, makan "bergizi"nya tidak ada untuk mahasiswa. Di mana, mereka harusnya diberikan gizi berupa pengembangan keterampilan/soft skill. 

"Dan semua itu terancam punah karena efisiensi," jelasnya. 

PTS juga akan menerapkan hal yang sama, menaikan UKT/Biaya Pendidikan bagi mahasiswa akan menjadi solusi. Karena mayoritas nafas kehidupan PTS masih bergantung kepada UKT mahasiswa, dipotong nya bantuan terhadap PTS, tentu akan berimbas juga terhadap PTS itu sendiri. 

Secara keseluruhan, Mahfud masih berharap, efisiensi anggaran di sektor pendidikan tinggi perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Pemerintah harus mencari solusi yang tidak mengorbankan akses dan kualitas pendidikan, serta memastikan setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan tinggi demi masa depan yang lebih baik.

"Kalau efisiensi itu menyangkut hajat hidup calon generasi bangsa, pasti akan rame. Sekarang kita tinggal menunggu perjuangan Komisi X di Banggar untuk bisa memperjuangkan anggaran untuk pendidikan," tutupnya. (*)