PesanTrend.co.id - Di sudut utara Banyuwangi, tepatnya di Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo, sebuah kandang ayam menjadi simbol harapan baru. Bukan sekadar tempat memelihara unggas, kandang itu kini menjadi pusat gerakan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.
Sejak pertengahan 2024, Pemerintah Desa Watukebo memulai inisiatif peternakan ayam petelur. Dengan memanfaatkan Dana Desa sebesar Rp263 juta, mereka membangun kandang, membeli bibit ayam dan pakan, serta mempekerjakan warga sekitar. Kini, lebih dari seribu ayam peliharaan menghasilkan hingga 850 butir telur setiap hari.
Namun, yang istimewa bukan hanya angka produksi. Telur-telur itu tak langsung dijual ke pasar. Sebagian besar justru dibagikan secara gratis kepada ratusan warga miskin, lansia, ibu hamil, hingga balita yang mengalami stunting. Setiap bulan, satu keluarga menerima 10 butir telur, yang dibagikan lewat kader posyandu setempat.
Baca Juga :“Kami ingin kegiatan ekonomi ini bukan hanya menguntungkan secara materi, tapi juga berdampak langsung ke kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Kepala Desa Watukebo, Maimun Hariyono.
Langkah Watukebo mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani. Ia menilai program tersebut sebagai bukti nyata bahwa Dana Desa bisa dioptimalkan secara strategis.
“Ini bukan hanya tentang peternakan. Ini adalah contoh ketahanan pangan yang menyentuh masyarakat secara langsung,” kata Ipuk. Ia pun menyebut program ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya akses pangan bergizi untuk seluruh rakyat.
Di balik pencapaian itu, ada cerita tentang delapan warga yang terlibat langsung dalam proses beternak. Mereka datang setiap hari, merawat ayam, memberi makan, memanen telur, dan belajar langsung dari ahli peternakan. Maimun menyebut ini sebagai bagian dari transfer ilmu, agar ke depan masyarakat bisa mandiri mengembangkan peternakan sendiri.
Bahkan, telur dari kandang desa juga ikut meramaikan berbagai kegiatan sosial. Dari pengajian akbar, perayaan keagamaan, hingga saat duka ketika ada warga yang meninggal — telur menjadi bentuk solidaritas desa yang sederhana namun bermakna.
Tak hanya mengisi dapur warga, program ini juga mulai menunjukkan hasil nyata di bidang kesehatan. Dalam setahun, angka stunting di Desa Watukebo turun dari 57 menjadi 37 balita.
Melihat dampaknya, tahun ini Pemerintah Desa mengalokasikan lagi Rp344 juta untuk memperluas program. Rencananya, akan dibangun kandang tambahan dan ditambah 1.500 bibit ayam petelur. “Kalau dananya cair, kita langsung jalan,” kata Maimun penuh semangat.
Di tengah banyaknya tantangan desa, Watukebo membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal sederhana — dari sebutir telur, untuk masa depan yang lebih sehat dan sejahtera. (amn)