PesanTrend.co.id–Dalam Islam, hutang piutang diperbolehkan sebagai bentuk tolong-menolong antara sesama umat manusia. Namun, akad atau perjanjiannya harus sesuai dengan prinsip syariah agar tidak menimbulkan perselisihan dan ketidakadilan. Islam telah mengatur dengan jelas tata cara berhutang yang baik, termasuk adanya kejelasan dalam perjanjian dan niat yang baik dari kedua belah pihak.
Islam memandang hutang sebagai sarana untuk membantu orang yang membutuhkan, bukan sebagai alat eksploitasi atau perbuatan yang merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu, Islam memberikan panduan yang jelas mengenai akad hutang piutang yang baik.
Salah satu ayat yang menjadi pedoman utama dalam hutang piutang adalah:
Baca Juga :"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya..."
Ayat ini mengajarkan pentingnya mencatat transaksi hutang piutang agar terhindar dari kesalahpahaman di kemudian hari.
"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu..."
Dalil ini menegaskan bahwa perjanjian dalam hutang piutang harus dipenuhi dengan penuh tanggung jawab.
Selain dari Al-Qur'an, Rasulullah SAW juga memberikan pedoman tentang hutang piutang dalam beberapa hadis:
Hadis Riwayat Muslim:
"Barang siapa yang berhutang dengan niat ingin melunasi, maka Allah akan membantunya melunasi. Dan barang siapa yang berhutang dengan niat menghilangkan (tidak membayar), maka Allah akan membinasakannya."
Hadis Riwayat Tirmidzi:
"Menunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman."
Agar hutang piutang berjalan dengan baik dan sesuai dengan syariah, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan:
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 280:
"Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memiliki kelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau seluruh utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
Islam mengajarkan bahwa hutang piutang harus didasarkan pada keadilan dan tolong-menolong. Akadnya harus jelas, transparan, dan bebas dari unsur riba. Selain itu, peminjam harus memiliki niat untuk melunasi, sementara pemberi hutang dianjurkan untuk memberi kelonggaran jika peminjam mengalami kesulitan. Dengan mengikuti prinsip-prinsip syariah ini, hutang piutang dapat menjadi solusi keuangan yang memberdayakan tanpa menimbulkan konflik di kemudian hari.
(Penulis: Redaksi PesanTrend.co.id)